“Man jadda wa jada” (barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya
MENJADI orang yang beruntung adalah cita-cita semua orang. Sebab tak satupun manusia, memimpikan diri menjadi orang yang merugi. Dalam berniaga, misalnya, sudah pasti si penjual mengharapkan keuntungan dari peniagaannya. Seorang pengusaha, dengan sekuat tenaga mengerahkan kemampuan, supaya usahanya senantiasa memiliki omzet yang setiap bulan atau tahun selalu mengalami peningkatan.
Seorang politikus yang mengikuti ‘kontes’ pemilihan wakil rakyat, akan berjuang mati-matian untuk menggapai kursi DPR RI/DPRD, sekalipun harus mengeluarkan kocek pribadi yang tidak sedikit. Pada intinya, dalam segala aspek kehidupan, manusia menginginkan keberuntungan.
Memiliki ambisi untuk selalu meraih keuntungan adalah suatu yang lumrah, bahkan, Allah dan Rosul-Nya senantiasa memacu manusia (mukmin) untuk senantiasa berusaha, tidak putus asa dari rahmat-Nya, tidak lain, agar mereka survive dalam kehidupan, terutama kehidupan akhirat.
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS: 94: 7).
Dalam ayat ini, tersirat perintah Allah supaya kita senantiasa berusaha untuk menggapai keuntungan/kesuksesan. Jangan pernah merasa puas dengan satu prestasi yang telah kita raih. Tapi, burulah prestasi-prestasi yang lain, rengguh sebanyak-banyaknya.
Al-Imam Abdurrahman bin Nashir Assyaa’di, dalam tafsirnya,”Taisiiru Al-Karim Al-Rahman Fii Tafsiiri Kalaami Al-Manaan”, menjelaskan kandungan dari surat ini, bahwa termasuk mereka yang merugilah orang-orang yang menggunakan waktu luangnya untuk sesuatu yang kurang bermanfaat, bukan untuk berdzikir, beribadah, ataupun bekerja.
Dan yang perlu dijadikan titik tekan dalam hal ini, bahwa dalam meraih keuntungan, itu dibutuhkan kesabaran, karena dalam menggapainya, harus melalui proses yang panjang dan –terkadang-- penuh ujian.
Sama halnya, ketika kita hendak mengambil manfaat dari hasil cocok tanam yang kita lakukan. Butuh proses. Dimulai dari penyemaiannya, penanaman, perawatan, hingga akhirnya menghasilkan buah. Itupun tidak langsung bisa kita nikmati. Kalau kita pingin menikmatinya, maka terlebih dahulu kita harus memetiknya. Ketika kita hendak menjadikannya pemasukkan (uang) kitapun kudu memasarkannya, menjajakannya kepada pembeli.
Sayangnya, dalam realitas di lapangan, tidak sedikit orang, justru gagal pada tahap ini. Mereka tidak tahan melewati ‘duri-duri ’ kecil yang ‘menggoda’ ketangguhan mereka. Padahal, sudah jelas bahwa “Sesungguhnya setelah kesusahan itu ada kemudahan” demikianlah penegasan Allah dalam salah satu firman-Nya.
Namun, karena sebagian mereka hanya menghendaki kemudahan, banyak dari mereka yang melakukan keculasan, dengan menempuh cara-cara yang sangat tidak profesional, bahkan, irasional. Mereka menipu, mendatangi dukun-dukun, tempat-tempat keramat, memasang jimat-jimat, dan lain sebagainya, dengan harapan, agar semua usaha, profesi, jabatan yang dia kejar/pegang, berjalan dengan normal, dan menghasilkan keuntungan yang melimpah.
Trik macam ini tentu saja tidak dibenarkan, dan yang pastinya telah menyalahi sunnatullah, terkait dengan terjadinya segala sesuatu. Bukankah penciptaan langit dan manusia, itu melalui proses dan tahapan-tahapan? Ini membuktikan bahwa dalam menggapai segala hal yang kita kejar, semua membutuhkan proses.
Keuntungan Semu
Hakekat dari meraih keuntungan adalah agar tercapainya kebahagiaan hidup. Sedangkan kebahagiaan hidup, itu bersumber dari kebahagiaan hati. adapun hati, akan mengecap kebahagian manakala ia berjalan di atas rel-rel ketetapan Allah. Harta yang melimpah, tidak menjamin mendatangkan kebahagiaan. Betapa banyak bukti nyata yang menunjukkan kebenaran hal tersebut. Banyak orang kaya yang meninggal dengan cara bunuh diri, lantaran hatinya kering, tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sebenarnya.
Tidak sedikit orang kaya lari ke narkoba, diskotik, wanita-wanita penghibur, hanya untuk menghilangkan kegundahan hatinya, barang sekejap, setelah itu, kembali dia merana.
Tentu saja, kita, sebagai muslim berlindung kepada Allah dari hal ini. Kita tidak ingin menukar kebahagiaan akhirat yang abadi, dengan kebahagian di dunia yang sementara. Yang menjadi incaran kita (dan ini memang diperintahkan) ialah meraih kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Bermuamalah dengan curang, meminta bantuan jin, dukun, sejatinya hanyalah menghantarkan kita kepada kebahagiaan semu, yang hanya bersandarkan hawa nafsu. Bukalah kembali sejarah nenek moyang kita, Adam. Beliau dan istrinya, Hawa, termakan oleh bujuk rayu syetan yang menjanjikan keuntungan, kehidupan abadi. Namun yang terjadi, justru kesengsaraan huduplah yang mereka terima.
Kisah ini merupakan warning bagi kita, bahwa janji-janji syetan dan sekutu-sekutunya (para dukun dll) yang –mungkin- sangat menggiurkan itu, hanyalah tipu daya belaka. Sebab itu, jangan terkecoh. Jalanilah garis yang telah ditetapkan untuk meraih keuntungan.
Allah berfirman, “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Al-Jin: 6)
Kiat –Kiat Al-Quran
Al-Quran adalah dustur kaum muslimin, yang mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk tentang tuntunan bermuamalah agar memperoleh keuntungan, yang tidak membuahkan ‘kebuntungan’ di dunia, lebih-lebih di akhirat. Berikut adalah diantara kiat-kiat tersebut, yang telah terjamin akan kebenarannya:
1. Fokus
Dalam mengerjakan sesuatu, hendaklah kita mengfokuskan diri dalam menyelesaikannya. Fokus bisa diartikan dengan bekerja sungguh-sungguh. Insya Allah, dengan cara demikian, lambat-laun apa yang impian kita akan menjadi kenyataan. “Man jadda wa jada” (barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkannya).
2. Tidak Membuang-Buang Waktu
Dalam pribahasa Arab dikatakan, “Lan tarji’a ayyaamu al-latii madhat” (Tidak akan pernah kembali hari-hari yang telah berlalu). Sebab itu, dalam rangka mengejar kesuksesan, kita harus memanfaatkan waktu dan peluang sebaik-baiknya. Kalau tidak, maka waktu akan membinasakan kita. Ingat, waktu bagaikan pedang, kalau kita tidak handal menggunakannya, bisa-bisa kita yang akan dilukainya, “Al-Waktu kaa shoifi in lam taqtho’hu qatha’aka.”
3. Menunaikan Zakat
Sesungguhnya dalam harta-harta yang kita miliki, itu terdapat hak-hak orang miskin. Sebab itu, kita harus menunaikan zakat, demi kesucian harta yang kita miliki. Jangan sampai, kasus Qorun yang ingkar akan nikmat Allah, setelah dia dianugerahi kenikmatan harta, menimpa diri kita. Selain itu, dengan jalur zakat, secara secara sosiologis, sebenarnya dalam rangka membangun relasi yang baik dengan pihak luar, sehingga mereka tertarik untuk menjalin hubungan dengan kita.
4. Memelihara hawa nafsu sahwat
Tidak usah jauh-jauh untuk menggambarkan betapa persoalan seks yang diumbar di sana-sini, telah menyebabkan kehancuran orang-orang tersohor. Para politikus, selebritis, pengusaha, dll, banyak ‘berguguran’ karirnya, lantaran perilaku seks yang mereka lakukan di sembarang ‘tempat’. Sebab itu, akan lebih baik bagi kita menikah sebagai jalur yang suci dalam melampiaskan nafsu shwat, apabila ia tidak tertahankan lagi. Dan cara ini, justru akan menghantarkan kita kepada kehormatan dan kemulyaan hidup.
5. Amanah
Amanah merupakan sifat yang sangat penting dalam meraih keuntungan. Dengannya akan terbangun kepercayaan orang lain terhadap kita. Sebaliknya, ketika kita berbuat curang, sekalipun hanya sekali dan orang lain merasakan efeknya, berarti kita telah membangun stigma/citra buruk diri kita sendiri, yang kemudian membuat orang enggan untuk menjalin hubungan dengan kita.
6. Menjaga Sholat
Sebagaiman yang telah dituturkan di atas, bahwa perburuan keuntungan/kebahagiaan seorang muslim, skupnya tidak hanya dunia semata, tetapi jauh ke depan, yaitu akhirat. Sebab itu, apapun profesi kita, jangan lupa untuk senantiasa melaksanakan sholat, sehingga kebahagiaan kedua-duanya bisa kita raih.
Demikianlah di antara kiat-kiat yang dusugukan Al-Quran untuk kita, agar mampu memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Keseluruhan kiat-kiat ini, merupakan kandungan ayat-ayat Al-Quran yang tercantum dalam surat Al-Mukminun, ayat 1-11. Semoga kita termasuk di dalamnya. Amin, amin yaa rabbal ‘aalamin. Wallahu ‘alam bis-showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar