Padahal sesungguhnya Islam merupakan nikmat paling agung yang dikaruniakan Allah tidak kepada semua hambanya. Berbeda dengan nikmat lain, yang berupa makanan atau rizki, Allah berikan kepada semua hamba-Nya, baik manusia (baik kafir ataupun mukmin), binatang, ataupun tumbuhan. Sedangkan Islam hanya diberikan kepada manusia pilihan saja. Jadi, hendaknya kita mensyukuri nikmat Islam ini, agar Allah tidak mencabutnya dari diri kita.
Kita juga sering mendengar ceramah-caramah para dai, mengingatkan agar kita mensyukuri nikmat Islam, yang merupakan nikmat paling besar dari Allah. Tapi, banyak diantara kita yang masih lalai akan nikmat tersebut. Hal ini karena masih banyak diantara kaum muslimin yang belum paham tentang Islam. Sehingga di tengah gencarnya pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris, banyak dari saudara-saudara kita yang belum paham akan nikmat Islam sehingga menjadi mangsa mereka. Padahal, sungguh merupakan kecelakaan yang besar ketika seseorang berpaling dari Islam, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Qs. Al-Baqarah: 217, yang artinya,
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Agar kita bangga dan bersyukur akan nikmat Islam ini hendaknya kita tahu, apa itu Islam, dan apa kelebihan-kelebihannya jika dibandingkan dengan agama lain, sehingga syukur kita ini, tidak hanya di lisan, tapi juga di hati, yaitu berupa keyakinan yang mangakar kuat akan kebenaran Islam, serta dilaksanakan dalam perbuatan-perbutan untuk melaksanakan konsekuensi dari Islam.
Makna Islam
Ulama mengartikan Islam dengan berbagi makna, antara lain:
- Iman dan tho’at, ini adalah pendapat Abul Aliyah, jumhur ulama (Tafsir Al-Qurthubi 3/43, Tafsir Fathul Qodir, Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 7/266,7/365)
- Mengamalkan rukun Islam yang lima (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 7/365).
- Istislam (menyerahkan diri) kepada Allah dan melaksanakan perintahnya (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 7/426).
- Mengikuti risalah Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya dengan melaksanakan yang wajib maupun sunnah, serta meninggalkan larangan-Nya (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 27/63).
- Membendung perbuatan keji dan mungkar (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah 32/122)
- Mentauhidkan Allah, karena syahadat mengandung tauhid (Madarijus Shalikin 3/475).
- Keyakinan hati, beramal, dan menyerahkan segala urusan kepada
ketentuan Allah sebagaimana Allah mensifati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,
dalam Qs. Al-Baqarah: 131,
“Ketika Rabb-Nya berfirman kepadanya ‘aslim (tunduk patuhlah)!’, Ibrahim menjawab, ‘aslamtu lirobbil’alamiin (aku tunduk patuh kepada Rabb semesta alam’.” - Islam adalah berserah diri pada Allah dengan tauhid, tunduk dengan ketaatan, serta berlepas diri dari kesyirikan dan ahlinya (Al-Ushul Ats-Tsalatsah, Syaikh Abdul Wahab At-Tamimi).
Bukti Kebenaran Islam
- Peraturan/kitabnya tidak berubah
Kebenarannya dijaga oleh Allah, tidak ada satupun makhluk yang dapat mengubahnya.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya, Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kamilah yang benar-benar memliharanya.” (Qs. Al-Hijr: 9)
Sedangkan kitab maupun peraturan agama lain tidak pernah terlepas dari perubahan, ini menunjukkan ketidaksempurnaan yang ada pada selain Al-Quran (Islam). - Islam berdasarkan wahyu
Islam bukanlah hasil pemikiran dan karya manusia, bukan penemuan, ataupun hasil musyawarah, ia adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada utusan-Nya, Rasulullah Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam.
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali-Imran: 19) - Islam diakui oleh tokoh Nasrani
Heraklius, raja Romawi, mengakui bahwa Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam, nabi yang menyeru kepada Islam, adalah nabi akhir zaman yang sah berdasar kitab Injil saat itu, seperti dinukil dalam perkataannya,
“Dan sungguh aku yakin bahwa nabi akhir zaman ini tentu akan keluar, tapi aku tidak mengira bahwa dia itu dari golonganmu (Arab). Andaikata aku mengetahui aku bisa menemuinya, niscaya hal itu kuanggap sebagai sesuatu yang agung. Bila aku berada di sisinya aku akan basuh kedua telapak tangannya, sungguh kerajaannya akan merebut apa yang kumiliki ini.” (HR. Bukhari) - Banyak orang kafir yang masuk Islam
Kebanyakan orang kafir masuk Islam karena mengetahui kebenaran di dalamnya, berbeda dengan orang murtad yang meninggalkan Islam karena kebodohan dan rakus dunia. Mereka adalah orang-orang yang tidak mendapat petunjuk, karena sesungguhnya Islam adalah petunjuk. - Penukil Islam diabadikan sepanjang masa
Islam yang sampai pada zaman sekarang ini, tidak seperti agama samawi sebelumnya dan tidak seperti agama ciptaan manusia yang tidak ada bukti sanadnya. Tetapi Islam, sampai pada kita dengan sanad yang terpercaya yang dibukukan oleh hadits sepanjang masa. Ini juga merupakan bukti penjagaan Allah terhadap Islam.
1. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al-Maidah: 3)
Turunnya ayat ini menunjukkan telah sempurnanya Islam. Ini menujukkan rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, yang memberikan petunjuk dengan sangat sempurna, sehingga tidak akan tersesat orang yang mau mengambilnya.
2. Islam membahas semua urusan
Islam tidak hanya membahas urusan ibadah dengan Rabb-nya saja, tetapi menyangkut tatanan semua hidup di dunia, seperti muamalah sesama manusia, sesama makhluk yang lain, membahas kesehatan dan penjagaannya, bahkan membahas urusan kebahagiaan di akhirat.
Hal ini dapat dibuktikan dalam kitab hadits dan kitab fiqih, dibahas disana tatanan hidup di dunia, dan upaya untuk menempuh kebahagiaan di akhirat. Salah satu contohnya adalah riwayat dari Salman Al-Farisi radliyallahu ‘anhu, berkata,
“Kami pernah ditanya oleh orang musyrik, ‘Sesungguhnya aku melihat temanmu (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) mengajarkan bagimu (segala sesuatu) bahkan mengajarkan kepadamu tata cara buang air?’ Lalu Salman menjawab, “Benar, beliau melarang salah satu diantara kami beristinja’ dengan tangan kanan, atau mengahadap kiblat, beliau melarang beristinja’ dengan kotoran binatang atau tulang, beliau bersabda,’ Janganlah salah satu diantara kamu beristinja’ kurang dari tiga batu’.” (HR. Muslim: 386)
3. Islam menolak tata cara ibadah baru
Karena Islam telah sempurna, maka Islam menolak ibadah baru yang berupa penambahan, pengurangan, dan perubahan atau perkara baru, sekalipun bertujuan baik dan dinilai oleh umat sebagai sesuatu hal yang baik. Karena suatu kebaikan tidak dipandang dari penilaian umat (orang banyak), tapi kebaikan adalah berdasarkan syariat, dan kita harus yakin bahwa apa-apa yang telah ditetapkan syariat adalah baik dan telah sempurna, sehingga tidak perlu ditambahi, dikurangi, atau diubah lagi. Barang siapa yang melakukakannya berarti telah mendustai kerasulan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa mengadakan cara baru dalam perkara diin kami, maka tertolak.” (HR. Muslim 2499).
4. Islam untuk semua makhluk
Agama Islam yang dibawa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah agama untuk semua makhluk di penjuru dunia dan berlaku sampai hari kiamat, berbeda dengan agama para rasul sebelumnya yang terbatas waktu dan pemeluknya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta alam.” (Qs. Al-Anbiya’: 107)
5. Islam menghapus agama samawi yang lain
Ibnu Kaisan berkata, firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.” Menunjukkan semua agama yang dahulu diganti, karena kalimat agama ini jatuh di awal ayat, sedangkan yang akhir sebagi badal (penggantinya) yaitu Islam. Jadi, agama-agama yang awal sudah tidak dipakai lagi, barangsiapa yang masih mengambilnya, dan mengatakan agama lain juga haq (semua agama sama) maka sesungguhnya ia telah mendustakan ayat-ayat Allah dan merupakan kekafiran.
Keistimewaan Islam
- Islam menghendaki kemudahan
Syariat di dalam Islam sesungguhnya adalah mudah, jika dibandingkan dengan syariat agama yang lain, karena sesungguhnya Islam adalah agama fitrah, dimana ia akan mudah bagi orang-orang yang masih lurus fitrahnya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Qs. Al-Baqarah: 185) - Memerintah menurut kemampuan
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)
Misalnya, orang yang tidak mampu sholat dengan berdiri, boleh dengan duduk, tidak mampu puasa boleh mengganti di hari lain atau membayar fidyah, tidak mampu mengeluarkan zakat, maka dia berhak mendapatkan bagian zakat, dan seterusnya. - Tidak ada hukuman bagi orang yang lupa atau tidak tahu
Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “(Mereka berdoa),’Ya Rabb kami, jangan engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.’” (Qs. Al-Baqarah: 286)
Kemudahan Islam ini sangat berbeda dengan hukum manusia, jika sudah dikeluarkan ketetapan, tahu atau tidak tahu, jika bersalah, umumnya tiada maaf baginya, atau dimaafkan dengan uang. - Islam mengajak umat bersatu
Islam mengajak umat bersatu di atas tali (agama) Allah, yaitu berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman Salafush Shalih, bukan bersatu karena keturunan, bangsa, suku, golongan, dan tempat. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (Qs. Ali-Imran: 103) - Islam meninjau kemuliaan dari sisi amal
“Sesungguhnya Allah tidak melihat badanmu dan tidak pula penampilanmu, tetapi melihat hatimu dan amalmu.” (HR. Muslim 4650) - Islam bukan nama orang dan tempat
Nama Islam bukanlah nama nabi dan tempat, berbeda dengan agama lain, kadangkala diambil dari nama tempat, suku, golongan, nama pendiri, nama orang, misalnya Nasrani, Yahudi, Konghucu, Budha, Jahmiyah. - Hukum Islam berlaku untuk pemimpin dan pengikut
Di dalam Islam hukum berlaku untuk semua lapisan umat, tidak ada keringanan untuk pemimpin, atau penindasan untuk rakyat sebagaimana lazimnya peraturan manusia.
“Hai manusia, sesungguhnya tersesatnya orang sebelummu, bila terjadi pencurian di kalangan orang mulia (penguasa) mereka dibiarkan, tapi jika yang mencuri orang yang lemah, mereka laksanakan hukuman. Demi Allah, andaikan Fathimah putri Muhammad mencuri, tentu Muhammad akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari 6290)
Subhanallah, setelah kita mengetahui kebenaran, kesempurnaan, serta keistimewaan Islam, tidak selayaknya kita melalaikan nikmat ini begitu saja. Hendaknya kita mensyukuri nikmat ini dengan sebenar-benarnya syukur, agar Allah tidak mencabut nikmat Islam dari kita. Na’udzubillah. Karena celakalah seseorang di dunia dan akhirat ketika ia keluar dari Islam. Yang kedua kita bersyukur, agar Allah menambahkan nikmat Islam kepada kita. Berupa apa? tentu saja berupa keimanan, penjagaan dan karunia lain dari Allah.
Lalu bagimanakan syukur yang sempurna? Syukur seseorang dianggap sah dengan tiga rukun, dia harus mengakui nikmat Allah di hatinya, menyebut dengan lisannya, dan menggunakannya dalam amalan. Seperti perkataan Ibnu Hazm,
“Orang yang bersyukur dengan lisannya saja tanpa menyertakan anggota badannya, seperti orang yang memiliki banyak pakaian, namun dia hanya memegang bagian ujungnya, tanpa ia kenakan, praktis tidak bermanfaat baginya untuk mengusir hawa dingin dan panas.”Syukur Islam dengan hati, hendaknya kita meyakini akan kebenaran Islam, tidak mendustakannya. Syukur dengan lisan, hendaknya kita bangga menyatakan keislaman kita, syukur dengan amal perbuatan hendaknya kita melaksanakan konsekuensi-konsekuensi dari Islam, yaitu dengan berserah diri kepada Allah semata, tidak menyekutukannya, tunduk terhadap perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, yang disampaikan melalui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berlepas diri dari orang-orang kafir (musyrik) yang menyekutukan Allah, tidak menjadikan mereka sebagai wali atau sahabat dekat, serta berlepas diri dari ahlu bid’ah, yang tidak mencukupkan diri dengan apa yang dibawa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Hendaknya kita tidak menjadi orang munafik, yang menjadikan Islam sebagai sarana untuk mendapatkan dunia, hanya mengambil Islam dari hal-hal yang sekiranya menguntungkan untuk dunia saja, tapi menolak hal-hal yang tidak menguntungkan baginya. Karena Islam adalah satu kesatuan. Islam melazimkan untuk tunduk dan patuh dalam segala hal yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Qs. Al-Baqarah : 208, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagimu.”
Maraji’ : Al-Furqon, edisi 7 th III/ shofar 1425
Tidak ada komentar:
Posting Komentar