Demikian pula, kita temui seorang yang telah merasakan kefakiran, sakit, dan ketakutan lebih semangat untuk meraih kekayaan, kesehatan, dan keamanan daripada mereka yang belum pernah merasakan semua itu. Oleh karena itu ada pepatah, “Lawan suatu hal mampu menampakkan keindahan lawannya” dan “Dengan menyebutkan lawannya, akan jelaslah segala sesuatu.” Dahulu ‘Umar ibnul Khaththab pernah berkata, “Saya bukanlah seorang penipu dan tidak ada seorang penipu pun yang memperdayaku.”[1]
فَالْقَلْبُ السَّلِيمُ الْمَحْمُودُ هُوَ الَّذِي يُرِيدُ الْخَيْرَ لَا الشَّرَّ وَكَمَالُ ذَلِكَ بِأَنْ يَعْرِفَ الْخَيْرَ وَالشَّرَّ فَأَمَّا مَنْ لَا يَعْرِفُ الشَّرَّ فَذَاكَ نَقْصٌ فِيهِ لَا يُمْدَحُ بِهِ . وَلَيْسَ الْمُرَادُ أَنَّ كُلَّ مَنْ ذَاقَ طَعْمَ الْكُفْرِ وَالْمَعَاصِي يَكُونُ أَعْلَمَ بِذَلِكَ وَأَكْرَهُ لَهُ مِمَّنْ لَمْ يَذُقْهُ مُطْلَقًا ؛ فَإِنَّ هَذَا لَيْسَ بِمُطَّرِدِ بَلْ قَدْ يَكُونُ الطَّبِيبُ أَعْلَمَ بِالْأَمْرَاضِ مِنْ الْمَرْضَى وَالْأَنْبِيَاءُ عَلَيْهِمْ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ أَطِبَّاءُ الْأَدْيَانِ فَهُمْ أَعْلَمُ النَّاسِ بِمَا يُصْلِحُ الْقُلُوبَ وَيُفْسِدُهَا وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَمْ يَذُقْ مِنْ الشَّرِّ مَا ذَاقَهُ النَّاسُ .
“Dengan demikian hati yang salim dan terpuji adalah hati yang menginginkan kebaikan, bukan keburukan. Kesempurnaannya adalah dengan mengenal kebaikan beserta keburukan. Adapun seorang yang tidak mengenal keburukan, maka itulah kekurangan dalam hati yang tidak terpuji. Hal ini bukan berarti bahwa setiap orang yang telah merasakan kekufuran dan kemaksiatan adalah orang yang paling tahu dan paling benci mengenai kekufuran dan kemaksiatan dibandingkan dengan orang yang belum pernah merasakannya secara mutlak. Hal ini tidak berlaku umum. Bahkan, terkadang seorang dokter lebih mengetahui berbagai penyakit daripada pasiennya. Para nabi pun demikian, mereka adalah dokter-dokter ruhani. Oleh karenanya, mereka adalah manusia yang paling mengetahui segala sesuatu yang dapat memperbaiki dan merusak hati, meskipun tidak satu pun diantara mereka yang pernah melakukan keburukan sebagaimana yang dilakukan oleh manusia lainnya.
وَلَكِنَّ الْمُرَادَ أَنَّ مِنْ النَّاسِ مَنْ يَحْصُلُ لَهُ بِذَوْقِهِ الشَّرَّ مِنْ الْمَعْرِفَةِ بِهِ وَالنُّفُورِ عَنْهُ وَالْمَحَبَّةِ لِلْخَيْرِ إذَا ذَاقَهُ مَا لَا يَحْصُلُ لِبَعْضِ النَّاسِ مِثْلُ مَنْ كَانَ مُشْرِكًا أَوْ يَهُودِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا وَقَدْ عَرَفَ مَا فِي الْكُفْرِ مِنْ الشُّبُهَاتِ وَالْأَقْوَالِ الْفَاسِدَةِ وَالظُّلْمَةِ وَالشَّرِّ ثُمَّ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَعَرَّفَهُ مَحَاسِنَ الْإِسْلَامِ ؛ فَإِنَّهُ قَدْ يَكُونُ أَرْغَبَ فِيهِ وَأَكْرَهَ لِلْكُفْرِ مِنْ بَعْضِ مَنْ لَمْ يَعْرِفْ حَقِيقَةَ الْكُفْرِ وَالْإِسْلَامِ ؛ بَلْ هُوَ مُعْرِضٌ عَنْ بَعْضِ حَقِيقَةِ هَذَا وَحَقِيقَةِ هَذَا أَوْ مُقَلِّدٌ فِي مَدْحِ هَذَا وَذَمِّ هَذَا .
“Akan tetapi, yang dimaksudkan disini adalah dengan pengalamannya ketika merasakan keburukan, sebagian manusia dapat mengetahui hakekat keburukan, lari darinya, dan justru mendambakan kebaikan, yang terkadang itu semua tidak diperoleh oleh sebagian orang. Contohnya adalah seorang yang dahulu musyrik, atau beragama Yahudi atau Nasrani. Ketika berada dalam kekufuran, dia telah mengenal berbagai syubhat, perkataan batil, kezhaliman, dan keburukan dalam agamanya tersebut. Kemudian Allah melapangkan dadanya untuk menerima Islam dan memperkenalkan keindahannya. Maka, terkadang orang seperti itu lebih mencintai Islam dan membenci kekufuran daripada sebagian orang yang tidak mengetahui hakikat kekufuran dan Islam, yang bahkan terkadang berpaling dari ajaran Islam atau terkadang memuji ajaran kekafiran dan menjelek-jelekkan ajaran Islam.
وَمِثَالُ ذَلِكَ مَنْ ذَاقَ طَعْمَ الْجُوعِ ثُمَّ ذَاقَ طَعْمَ الشِّبَعِ بَعْدَهُ أَوْ ذَاقَ الْمَرَضَ ثُمَّ ذَاقَ طَعْمَ الْعَافِيَةِ بَعْدَهُ أَوْ ذَاقَ الْخَوْفَ ثُمَّ ذَاقَ الْأَمْنَ بَعْدَهُ فَإِنَّ مَحَبَّةَ هَذَا وَرَغْبَتَهُ فِي الْعَافِيَةِ وَالْأَمْنِ وَالشِّبَعِ وَنُفُورَهُ عَنْ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ وَالْمَرَضِ أَعْظَمُ مِمَّنْ لَمْ يُبْتَلَ بِذَلِكَ وَلَمْ يَعْرِفْ حَقِيقَتَهُ .
“Contoh lainnya adalah seorang yang merasakan kelaparan kemudian merasakan kekenyangan, atau merasakan sakit kemudian merasakan sembuh, atau merasakan ketakutan kemudian merasakan keamanan. Maka, kecintaan orang ini kepada kesembuhan, keamanan, dan kekenyangan serta keberpalingannya dari kelaparan, ketakutan, dan sakit lebih besar dari pada orang yang tidak diuji dengan berbagai hal tersebut dan tidak mengenal hakikatnya.
وَكَذَلِكَ مَنْ دَخَلَ مَعَ أَهْلِ الْبِدَعِ وَالْفُجُورِ ثُمَّ بَيَّنَ اللَّهُ لَهُ الْحَقَّ وَتَابَ عَلَيْهِ تَوْبَةً نَصُوحًا وَرَزَقَهُ الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَقَدْ يَكُونُ بَيَانُهُ لِحَالِهِمْ وَهَجْرِهِ لمساويهم ؛ وَجِهَادُهُ لَهُمْ أَعْظَمَ مِنْ غَيْرِهِ قَالَ نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ الخزاعي – وَكَانَ شَدِيدًا عَلَى الجهمية – أَنَا شَدِيدٌ عَلَيْهِمْ ؛ لِأَنِّي كُنْتُ مِنْهُمْ .
“Demikian pula seorang yang dulunya bergabung bersama ahli bid’ah dan kemaksiatan kemudian Allah menjelaskan kebenaran kepadanya dan menganugerahkan taubat nasuha kepada dirinya serta memberinya rezeki untuk berjuang di jalan Allah, maka terkadang deskripsi yang disampaikannya mengenai kondisi ahli bid’ah lebih jelas dan pemboikotan yang dilakukannya terhadap mereka, serta jihad yang dilancarkannya bagi mereka lebih keras daripada selainnya. Nu’aim bin Hammad al Khuza’i –beliau sangat keras terhadap aliran Jahmiyah-, berkata, “Saya bersikap keras kepada mereka, karena dahulu saya pernah bersama mereka.”
وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى : { ثُمَّ إنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ } نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ فِي طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ كَانَ الْمُشْرِكُونَ فَتَنُوهُمْ عَنْ دِينِهِمْ ثُمَّ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ فَهَاجَرُوا إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ؛ وَجَاهَدُوا وَصَبَرُوا. . وَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَخَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَلَى الْإِسْلَامِ فَلَمَّا أَسْلَمَا تَقَدَّمَا عَلَى مَنْ سَبَقَهُمَا إلَى الْإِسْلَامِ ؛ وَكَانَ [ بَعْضُ مَنْ سَبَقَهُمَا ] دُونَهُمَا فِي الْإِيمَانِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ بِمَا كَانَ عِنْدَهُمَا مِنْ كَمَالِ الْجِهَادِ لِلْكُفَّارِ وَالنَّصْرِ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ ؛ وَكَانَ عُمَرُ لِكَوْنِهِ أَكْمَلَ إيمَانًا وَإِخْلَاصًا وَصِدْقًا وَمَعْرِفَةً وَفِرَاسَةً وَنُورًا أَبْعَدَ عَنْ هَوَى النَّفْسِ وَأَعْلَى هِمَّةً فِي إقَامَةِ دِينِ اللَّهِ مُقَدَّمًا عَلَى سَائِرِ الْمُسْلِمِينَ غَيْرَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ . وَهَذَا وَغَيْرُهُ مِمَّا يُبَيِّنُ أَنَّ الِاعْتِبَارَ بِكَمَالِ النِّهَايَةِ لَا بِنَقْصِ الْبِدَايَةِ
Allah ta’ala telah berfirman, (yang artinya), “Dan sesungguhnya Rab-mu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar. Sesungguhnya Rabb-mu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An Nahl 110).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar