Sabtu, 09 Februari 2013

Istiqomah


Istiqomah adalah anonim dari thughyan (penyeimbang atau melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata istiqomah dari kata “qooma” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, istiqomah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, istiqomah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.
Dalil-dalil dan Dasar Istiqomah “Maka tetaplah (istiqomah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. 11:112).
Juga dalam ayat lain disebutkan, “Kamilah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari (Tuhan) Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 41: 31-32)

“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni- penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. 46: 13-14)
Ayat diatas menggambarkan urgensi istiqomah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun.
Hal ini dikuatkan hadits Nabi berikut ini. “Aku berkata: “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan DALAM Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda: “Katakanlah, `Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqomahlah (jangan menyimpang).” (HR. Muslim dari Abu’ Amarah Sufyan bin Abdullah)
Faktor-Faktor yang Melahirkan Istiqomah Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada lima faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut:
1. Beramal dan melakukan optimalisasi
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar- benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atau segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS. 22:78)
2. Berlaku moderat antara tindakan melampaui batas dan menyia-nyiakan
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. 25:67)
Rasulullah SAW bersabda kepada Abdullah bin Amr bin Al-Ash: “Wahai Abdullah bin Amr, sesungguhnya setiap orang yang beramal memiliki puncaknya dan setiap puncak akan mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barangsiapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada bid’ah, maka ia akan merugi” (HR. Iman Ahmad dari sahabat Anshor)
3. Tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (QS. 17:36)
4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas – ikhlas
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan meunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. 98:5)
5. Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW bersabda: “Siapa diantara kalian yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras, maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin (yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.” (Abu Daud dari Al- Irbadi bin Sariah)
Imam Sufyan berkata: “Tidak diterima suatu perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan amal kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila sesuai dengan sunnah.”
***
die *Buleti Jum’at Ummul Quro*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar