Minggu, 26 Februari 2012

Melupakan yang Terdekat


Yang terdekat dengan kehidupan kita adalah anak dan keluarga kita. Dan kita sering melupakannya…
Cerita tentang “Guru Kehidupan” adalah juga termasuk cerita tentang orang yang akan diceritakan berikut ini. Yakni cerita tentang keberhasilan seseorang ‘menyelamatkan’ dirinya tetapi gagal dalam menjaga keselamatan keluarganya.
Saudara, banyak orang tua yang kelihatannya ‘selamat’. Maksudnya, dari sisi akhirat; shalatnya tepat waktu, mengutamakan berjama’ah, puasanya rajin, ibadah haji sudah, sering memberi nasihat kepada orang lain, dan sebagainya. Semuanya seakan terlihat sempurna, baik, kecuali satu hal, bahwa banyak di antara mereka yang lupa membimbing anaknya, membimbing keluarganya, kecuali bimbingan ala kadarnya. Sehingga yang terjadi adalah para orang tua baik di rumah dan di masyarakat, sementara anak mereka, keluarga mereka, berantakan.
Alkisah, Haji Dulgani termasuk salah satu tokoh di Kampung Tongkang, Tangerang, yang secara terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya bila ada pemuda dan pemudi Kampung Ketapang yang “berdua-duaan”. Dia dengan getolnya menyuarakan pentingnya pemuda dan pemudi menjaga kemaluan dan kehormatannya. Ia tidak segan-segan mempermalukan suatu keluarga yang kedapatan anaknya hamil, atau menghamili. Alasannya, untuk pelajaran bagi keluarga lain yang belum tercemar. Haji Dulgani juga adalah salah satu Imam Rawatib di salah satu Mushalla di kampung tersebut. Setiap ada kenduri, tahlil, beliau adalah salah satu pembaca rawi (bacaan tradisional berbahasa Arab/Melayu yang biasa dibaca pas tahlil).
Suatu hari, bagai petir di siang hari bolong tanpa hujan, ia mendengar anaknya hamil! Betapa malu
nya ia. Selama ini hal itu yang ia suarakan di sana dan di sini. Sekarang, anaknya sendiri yang hamil. Haji Dulgani resah dan malu bukan main. Ia minta ampun telah sibuk dengan orang lain dan lupa dengan keluarganya sendiri. Ia juga minta ampun telah mementingkan dirinya sendiri. Bahkan dalam gerakan ibadahnya ia ragu, apakah selama ini ia lakukan untuk Rabb-nya atau untuk dirinya. Dalam artian ibadahnya ikhlas atau tidak. Jangan-jangan supaya dilihat oleh orang kampung…
***
Saudara, menyesal tidak menyesal, malu tidak malu, musibah sudah terjadi. Anaknya Haji Dulgani sudah terlanjur hamil. Yang belum terlambat adalah kita. Sekali lagi, yang belum terlambat adalah kita, para pembaca. Jangan sampai kita terlambat menyadari seperti terlambatnya Haji Dulgani. Dan sadari satu hal, bahwa orang-orang terdekat — anak, istri dan keluarga — pun butuh keselamatan…
Saatnya memperkenalkan Allah kepada seluruh bagian kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar