1. Takdir yang Tidak Bisa Ditolak (tidak bisa dipilih), contohnya adalah: kita lahir menjadi manusia (bukan binatang atau tumbuhan) kita lahir di negara Indonesia, dilahirkan dari turunan / sepasang ayah-ibu yg mempunyai sikap, sifat, status sosial, ekonomi dan lainnya dan tak bisa diubah, takdir kematian seseorang pada saatnya nanti dan masih banyak lainnya.
2. Takdir yang Bisa Diterima atau Ditolak oleh manusia dengan izin Allah (takdir yang bisa dipilih), Layaknya pengambilan keputusan dalam hidup. Contohnya adalah: memilih pekerjaan, memilih pasangan hidup, memilih barang yang akan dipakai dan sejenisnya. Juga, memilih menghindari dari suatu hal yang buruk, tidak sesuai dengan kemauan. Atau menghindari sesuatu yang berbahaya, karena semua hal di dunia ini pasti memiliki resiko yang seharusnya orang tersebut sudah memikirkannya dengan masak-masak dan memang dapat saja terjadi pada dirinya sendiri suatu saat nanti akibat keputusannya tersebut. Dan resiko BAIK atau BURUK itu harus dipikul oleh yang bersangkutan itu sendiri.
Contoh Kisah:
Pada masa lalu, sahabat Rasullulah yaitu Syaidina Umar sering berceramah dan berkhotbah di beberapa kota di Jazirah Arab. Pada suatu ketika, Beliau akan berkhotbah menyebarkan agama Allah di sebuah kota yang tiba-tiba dikabarkan oleh salah satu murid beliau, bahwa di kota tersebut sedang terjadi wabah penyakit menular.
Kemudian Beliau mengurungkan niatnya untuk berkhotbah ke kota tersebut. Dan berencana untuk melanjutkan khotbahnya di kota lainnya.
Dengan mengambil keputusan seperti itu, salah satu muridnya bertanya, “Mengapa engkau tidak mau ke kota itu?
Apakah kau takut jika ditakdirkan Allah SWT nantinya terserang juga oleh wabah penyakit menular disana?”, tanya sang murid.
Syaidina Umar pun lalu tersenyum, kemudian beliau menjawab “Saya tidak pernah takut dengan takdir Allah SWT yang akan diberikan kepadaku”, jawabnya.
“Tetapi, aku menghindari takdir Allah SWT untuk tertular wabah penyakit menular tersebut…. dan aku akan mengambil takdir Allah SWT yang lain….”, jelasnya.
Artinya, walaupun kita tak tau perjalanan hidup kita ke depan nanti, namun paling tidak kita harus dapat mengambil keputusan mana yang lebih baik bagi diri kita sendiri dan harus menerima resikonya atas apa yang akan terjadi di kemudian hari dengan keputusan kita itu…, apapun resikonya.
Lalu, sang khalifah itupun mengurungkan niatnya ke kota tersebut dan mengubah arah rombongannya, kemudian melanjutkan perjalanan berkhotbah ke kota lainnya, dengan takdir yang lainnya, apapun resikonya.
From : Khotbah Prof. DR.
H. Quraish Syihab di Metro TV.
Written/Forwarder/Uploader:
IslamIslogic.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar